Terus Melangkah #1
April 09, 2016
“Mohon
maaf, anda tidak lulus,” pesan di monitor untuk Kiki dengan nuansa tulisan
merah mencekik.
Tak
ada kata yang mampu terucap, tubuh gemetar mata berlinang. Satu pesan yang
sangat mengecewakan dan menimbulkan keputusasaan pada diri Kiki.
Kiki
merupakan siswi kelas XII SMA yang telah mengikuti SBMPTN dengan hasil yang
tidak diharapkan. Kegagalannya dalam tahap SNMPTN masih memiliki asa untuk bisa
masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sehingga mengantarkannya ke tahap
SBMPTN. Namun, harapannya kandas karena dua seleksi yang sudah diikutinya
gagal.
“Apa
yang salah? Aku sudah bejalar mati-matian untuk bisa masuk ke PTN” renugan Kiki
di dalam kamar.
Cemas,
bingung melanda dirinya. Bukan hanya karena keterpurukan dirinya, keluarganya
pun kecewa karena hasilnya buruk. Sulitny melangkahkan niatnya untuk memberi tahu keluarganya bahwa dia gagal
masuk PTN.
“Apa
yang harus aku lalukan?” Kiki mengirim pesan kepada Nisa.
Nisa
adalah sahabatnya sejak sejak 5 tahun lalu. Mereka selalu bersama dan selalu
menjaga keharmonisan persahabatan. Nisa pun sama gagal masuk PTN yang
membedakannya dia hanya mengikuti SNMPTN. Ketika gagal dia langsung
mendaftarkan diri Pendidikana khusus Pramugari. Karena dia memiliki cita-cita
lain yaitu sebagai pramugari.
“Dont give up dear, toh masih banyak
universitas yang membuka pendaftaran mahasiswa baru. Jangan ragu untuk
melangkahkan kaki ke arah yang lebih baik, semua punya jalan hidupnya
masing-masing” Balasan pesan Nisa.
Kiki
tanpa ragu menghadap orang tuanya dan memberi tahu bahwa dirinya gagal masuk
PTN.
“Maaf,
Kiki gagal lagi masuk PTN tapi masih ada peluang kok, Bu, Yah. Kiki akan ikut
tes mandiri dan berusaha lebih rajin lagi. Ibu, Ayah jangan khawatir Kiki akan
terus bejalar dan bisa lolos ke PTN,” Jelas Kiki dihadapan Ibu dan Ayahnya.
“Apa
alasan kamu masuk PTN tersebut? Jangan sampai kamu hanya ikut-ikutan semata”
Tanya ayahnya.
“Apa
pun pilihan kamu dan dimana pun, Ibu akan selalu mendukung dan mendoakan yang
terbaik untuk Kiki” Ucap Ibu sambil merangkul Kiki.
Orang
tuanya sangat mendukung tindakannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi. Apa pun dan dimna pun selagi tujuannya baik mereka akan
tetap medukung dan memfasilitasinya.
Kiki
merenungkan kembali, pertanyaan Ayahnya. Dia memang sangat berambisi masuk PTN
dan tidak sedikit pun berpikiran untuk masuk ke swasta. Dia pun mencari
informasi dan solusi yang terbaik untuk masa depannya. Sharing bersama Nisa untuk menentukan pilihan yang terbaik.
Sesekali pun dia browsing di Internet
untuk mencari Universitas yang ada di Kota Bandung.
Ratusan
nama kampus berderet di monitor, baik negeri maupun swasta. Karena masih
penasaran dengan PTN dia pun lebih banyak berkunjung ke sana. Membaca mengenai
prosedur pendaftaran mandiri, administrasi sampai biaya kuliah.
Sedikit
menciut ketika melihat peluang mandiri, karena kuota tidak sebanyak ketika
SNMPTN dan SBNPTN. Biaya yang harus dikeluarkannya pun tidak sedikit. Deretan
para yang berjajar di depan angka belasan membuat shock dan sakit kepala.
Karena
tidak mau membebankan orang tuanya, pilihan pun sudah ditetapkan bahwa tak da
salahnya masuk PTS. Negeri maupun Swasta hanya beda segi statusnya saja.
Kredibilitas seorang mahasiswa bukan sepenuhnya dilihat dari status kampus namun
dari tindakan nyata dan kesungguhannya dalam menuntut ilmu.
Dipilihlah
salah satu Kampus swasta dengan mendaftrakan diri di prodi Ilmu Komunikasi.
“Bismillah,
semoga tidak mengecewakan” Ucap Kiki sambil mengklik ruang pendaftran.
Semenjak
itu, Kiki selalu log in ke website kampus tersebut. Kiki Memilih kampus
tersebut dengan banyak pertimbangan.
Pukul
19.00 Nisa berkunjung ke rumah Kiki. Mereka saling curhat ke sana ke mari,
mulai dari hal asmara hingga pendidikan yang akan mereka tempuh.
“Cie
yang udah baikkan lagi your boyfriend,
traktir dong untuk merayakan hari yang sakral haha,” Ejek Kiki kepada Nisa yang
baru jadian lagi dengan pacarnya.
“Apaan
sih? Gaje deh. Eh, jadi daftra kuliah di mana, negeri atau swasta?” Tanya Nisa mengalihkan pembicaaan mengenai
asmaranya.
“Bisa
aja, nih orang mengaihkannya. Bismillah deh pilih swasta tapi ini masih belum
yakin jadinya cuma sebagai batu loncatan aja,” Jawabnya sambil muka masam.
“Its Ok, Negeri maupun swasta kita akan
tetap bersahabat kok, yang pasti mindset
kita harus tetap tinggi dan positif” Kata Nisa sambil menyemangati.
Beberapa
pekan kemudian Kiki mendapatkan email dari pihak universitas. Masih harap-harap
cemas ketika hendak membuka email, khawatir kegagalan melandanya lagi. Dengan
harapan dan meyakinkan diri bahwa hasil akan memuaskan. Berulang kali dia
mencoba menghindari tombol enter untuk membuka email. Namun kini dia harus
benar-benar mengenter untuk memastikan lulus atau tidak.
Hasilnya
pun “Selamat Anda Lulus”
“Yakkkkk,
Alhamdulillah Aku Lulus” Teriak Kiki
Segeralah
dia beranjak untuk melaporkan hasilnya kepada orang tuanya.
Satu
bulan dari penerimaan mahasiswa, dia pun harus ikhlas meninggalkan rumah dan
pindah ke tempat dimana dia belum pernah dikunjunginya.
Saat
itu Ayahnya tidak bisa mengantarkannya ke Bandung karena sedang tidak sehat.
Ibu pun harus merawat Ayah. Memberanikan diri dia berangkat sendiri menggunakan
kendaraan umum.
Dia
tidak khawatir mau tinggal dimana dengan siapa, karena sempat mempunyai kenalan
saat tes SBMPTN. Temannya pun kuliah di kampus tersebut.
Ternyata
Teman barunya membawa Kiki ke Asrama putri. Di sana mereka diizinkan untuk
tinggal. Asrama dengan besik pesantren pastinya akan banyak aturan jika tinggal
di sana. Mereka langsung mengahadap ketua Asrama dan memperkenalkan diri satu
sama lain. Ternyata tepat sekali pikirannya, memang banyak sekali aturan dan
syarat yang harus dilakukan oleh para santri di asrama tersebut.
Peraturan
yang paling tidak sesuai dengan karakter dirinya yaitu mengenai cara
perpakaian. Di sana diwjibkan untuk menutup aurat dengan style atas bawah gombrong.
“Waduh
ini syarat berat banget, this is not my style, aakkk!” Teriaknya dalam hati.
Dia
hanya bisa menerima dan berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan dan aturan
di Asrama. Dia kesulitan untuk menyeimbangkan mindsetnya dengan teman-teman
barunya. Mereka begitu memang sudah terbiasa dengan aturan seperti itu, terlihat
sangat asyik menerinya.
Setelah
melaksanakan shalat isya dan mengaji hingga pukul 21.00 para santri dibubarkan
dan diperintahkan untuk masuk kamar. Mereka tidak diperkenankan untuk keluar
dari kamar. Peraturannya terasa sangat ketat dan disiplin. Dia belum terbiasa
dan sering merenung di kamar. Tidak jarang pun setiap malam dia terisak
menangis dan menyesali masuk asrama.
Tidak
ada kawan yang bisa diajak untuk bercerita di sana, karena dia baru mengenal
beberapa hari. Dia lebih banyak berkomunikasi dengan Nisa via sms dan sosial
media. Karena dia sana diperbolehkan mengguakan hp. Walaupun sama-sama di
Bandung mereka belum sempat untuk saling bertemu. Begitu banyak keluhan yang
diadukan namun hanya kepada Nisa tidak dengan orang tuanya. Bukan tidak mau
cerita kepada oran tuanya namun mereka akan sangat menghawatirkan kondisinya
saat ini.
Ospek
hari pertama membuat mahasiswa sangat dag dig dug, karena takut adanya bullying senior kepada juniornya. Masa-masa tersebut menambahkan wawasan
mengenai peran sebagai mahasiswa, lingkungan kampus, teman baru dan idola baru.
Satu
pekan yang melelahkan, dia harus mengikuti ospek dari pukul 06.00 harus sudah
ada di kampus dan berakhir pukul 15.00. Dengan begitu banyak permintaan barang
yang harus dibawa dari senior.
Selama
ospek dia bolos dari kelas mengajinya. Dengan alasan mempersiapkan diri selama
ospek dan banyak yang harus dia kerjakan. Itu semua hanya sekedar alasan karena
dia mulai bosan dan tidak nyaman dengan keadaan seperti ini.
Selama
dua bulan kuliah di Ilmu Komuikasi dan tinggal di asrama dia belum merasakan
nyaman. Dia hanya bisa bertahan dan berusaha untuk beraptasi dengan mereka.
Namun usahanya selalu dikalahkan oleh hawa nafsunya yang hendak ingin kabur
dari asrama.
Saat
itu dia sudah memiliki banyak teman khususnya yang satu kelas dengannya. Cindy,
teman barunya yang cukup dekat dengannya. Dia pun sama-sama perantau dan dia
tinggal di kost-an dekat kampus.
“Kiki,
kamu masih tinggal di asrama?” Tanya Ciindy kepada Kiki
“Begitulah,
sebenarnya aku tuh udah nggak betah. Tapi nggak enak sama teman yang udah
ngajak, kalau pindah” Jelas Kiki
Mereka
mulai saling mengadukan keresahan yang melandanya. Sudah saling kenal dan cukup
dekat. Kemana dan di mana pun mereka bersama. Cindy pun sempat beberapa kali
menawarkan untuk nge-kost berdua kepadanya. Tawaran tersebut menjadi sebuah
pertimbangan apakah dia akan pindah atau bertahan.
Be Continue............. :)
0 komentar