Terus Melangkah #2
Lanjutan Terus Melangkah #1 ........
Keesokkan
harinya Kiki mengirim pesan kepada Cindy.
“Sorry Cin, aku blm bisa pndah. Brtahan
ja dulu mngkn lama klamaan pun pst betah” Isi pesan Kiki kepada Cindy
“Ya
sudahlah gpp, mngkn lain wktu kita bisa bareng hehe” Balasnya
Kiki
berusaha bertahan di asrama, mencoba mengikuti rutinitas mengaji dan lainnya.
Dia memang masih setengah hati dalam melaksanakan tugas tersebut, namun mencoba
agar terbiasa apa salahnya.
Pagi
dan malam dia tidak bolos mengaji lagi. Setiap kegiatan diikutinya dengan
ikhlas. Kuliah dan mengaji dijalankan dengan balance . Dia mulai berpikir untuk memperbaiki diri, bukan hanya di
dunia, akhirat pun harus dipersiapkan dari sekarang.
“Kalau
bukan sekarang, kapan lagi? Karena hal yang paling dekat dengan manusia ya
kematian” Hatinya selalu berkata seperti itu.
Hijab
yang dikenakan menjadi awal perubahan untuk memperbaiki diri. Jika pada awalnya
dia lebih memilih untuk memperbaiki hatinya terlebih dahulu, namun sekarang
berbalik yaitu perbaiki penampilan dulu. Wanita sholehah dilihat cara dari cara
dia menutup auratnya. Ini menjadi hari baru bagi Kiki menjadi wanita yang siap
menutup auratnya.
Hari-harinya
semakin dihiasi dengan lingkungan agamis yang mendorongnya untuk belajar
istiqomah. Dia buta dengan ilmu-ilmu agama. Selama ini dia hanya sekedar tahu
bahwa tugas manusia hanya shalat, puasa dan sedekah. Namun masih banyaknya
amalan-amalan yang harus diperoleh dan diaplikasikan oleh seorang muslim.
Libur
pun tiba, Kiki bergegas untuk pulang kampung. Sudah tiga bulan dia tidak
berjumpa dengan orang tuanya. Dia menaiki transportasi umum. Di perjalanan dia
melihat seorang gadis kecil umur 10 tahun yang sedang menyanyi sambil
menadahkan tangan di dalam bis. Dia terlihat kucel dan letih. Kiki yang tengah
duduk di belakang berkesempatan untuk berbincang dengan anak gadis tersebut.
“Dek,
masih sekolah?”
“Masih
Kak, kelas 3 SD”
“Ibu,
Bapak kerja di mana?”
“Ibu
kerja kerja jadi tukang cuci, Bapak nggak ada”
Kesempatan
2 3 menit untuk berbincang dengannya sangat membuka hati dan pikiran. Gadis itu
bekerja keras untuk menghidupi dirinya agar tetap sekolah. Tidak ada Ibu yang
merelakan anaknya bekerja keras di jalanan, hanya saja keadaan yang mendorong
hal tersebut terjadi.
Kiki
sangat bersyukur karena dirinya masih diberi rizki untuk menuntut ilmu dalam
kondisi yang baik dalam hal keuangan. Gadis tadi memberi pelajaran bahwa apapun
keadaannya baik maupun kurang baik, bersyukurlah. Seringlah merunduk untuk
mengetahui bahwa masih ada orang-orang yang lebih rendah dari keadaanmu
sekarang.
Empat
jam perjalan Bandung ke kampung halaman.
Home sweet home,
Rumah menjadi obat homesick. Tegur
sapa senyum tawa haru menghiasi kehadiran Kiki di rumah. Kerinduan yang sempat
ditesampaikan via handphone kini terealisasikan
secara langsung.
“Ki,
gemukkan yah,” Ucap Bapak
“Artinya
Kiki nyaman di Bandung, Pak” Jelas Ibu
“Nyaman
gimana? orang hampir setiap hari nangis pengen pulang” Ungkap Kiki
Obrolan
sederhana mengawali kebersamaan mereka. Rumah, tempat ternyaman dari segalanya
dan keluarga, obat dikala kesepian.
Kiki
mengirim pesan kepada Nisa.
“Nis,
main dong! Di rmh nih” Pesan Kiki yang terkirim.
“Kapan2
ja yah” Balas Nisa
Kiki
merasakan keanehan, tidak biasanya Nisa cuek kepadanya. Setiap balas pesannya
sangat singkat dan membosankan. Kiki beranggapan bahwa Nisa sedang sibuk,
walaupun dia pulang ke rumah bukan berarti dia free, mungkin ada tugas yang harus diselesaikan.
Hari
kedua di rumah, Kiki menyempatkan diri untuk bertegur sapa dengan tetangga dan
sanak saudara. Namun tiba-tiba ada satu tengganya bertanya dan membuatnya
berusaha memberikan pemahaman sebisa dia.
“Ki,
tumbem dikerudung mulu? Mau kemana gitu?” tanya tetangganya.
Kata
tumben ini mejadi peluang Kiki untuk menejaskan sembari memberi pemahaman mengenai
aurat dan hijab.
“Iya,
ini lagi belajar menutup aurat. Kan di sudah kewajiban seorang wanita untuk
menutup aurat. Memang sulit untuk mengawalinya namun nggak ada salahnya untuk
dicoba kan?” Jawabnya.
Kiki
belum bisa menjelaskan secara detail kewajiban seorang wanita dalam menutup
aurat. Setidaknya sebagai mahasiswa komunikasi bahwa seorang komunikator yang
baik yaitu yang bisa menyampaikan pesannya dengan bahasa dan kalimat sederhana
sesuai dengan komunikannya. Maka informasi yang disampaikan akan diterima
secara jelas tanpa ada noise atau
gangguan.
Waktu
demi waktu orang-orang disekitanya mulai menghargai dan memahami perubahannya.
Mereka menerima perubahanya dan diapresiasi, walaupun tidak semua. Keputusannya
untuk menutup aurat dipastikan ada yang suka dan tidak. Itulah dinamika
kehidupan yang harus dilewati dengan kesabaran oleh setiap manusia.
Selama
di rumah, Kiki setiap hari mengirim pesan via sms dan sosial media. Setiap
pesan yang terkirim seakan terabaikan, not
responding. Tidak biasanya Nisa seperti itu. Mereka jarang sekali
telepon-an karena mereka lebih suka kirim text
dari dulu hingga sekarang.
Apakah
Nisa marah? Kiki pun semakin bingung. Dia bersilaturahim ke rumahnya pun dia
sedang di luar. Sesekali misscall pun
tak ada respon.
“Salah
apa yah aku? Nisa bikin galau nih” Ungkapnya kebingungan.
Tidak
terasa sudah satu pekan di rumah. Tersisa satu hari libur sebelum memulai
rutinitas sebagai mahasiswa rantau.
Ibunya
sudah menyiapkan bermacam-macam pernak pernik, baik makanan, barang-barang, dan
juga uang saku pastinya. Rasanya sulit untuk mengakhiri libur ini, ingin sekali
memperpajang waktu libur. Ditambah lagi Kiki belum berkesempatan betemu dengan
Nisa.
0 komentar