Kembali Kepada-Nya Setelah Berdosa


Manusia tak luput dari dosa dan khilaf, terkadang lebih banyak melakukan dosa ketibang pahalanya. Jika dibandingkan kami tak akan sanggup untung menghitung betapa penyayangnya sang maha Pencipta ini. urusan dunia terus direncanakan, dikejar, bahkan dijadiak salah stu mimpi. Namun ketika diingatkan urusan akhirat, kita selalu berpura-pura tuli, buta, dan enggan untuk mendekatkan diri agar selamat di kehidupan abadi nanti.

Keriwehan saat doorstop/sifathlist

Dalam sebuah perjalananku dalam mengejar cerita orang-orang hebat, tak semudah yang diharapkan. Ternyata orang-orang yang dinilai kurang baik di mata Tuhan dan manusia pun begiitu sering melintas dalam perjalanan ini. Hal ini bukanlah sebuah kerugian atau harus dibiarkan begitu saja. Karena setiap cerita buruk yang dilakukan orang lain maka harus dijadikan sebagai teguran untuk kita. Dengan harapan keburukan yang merugikan diri sendiri dan orang lain tidak terjadi pada diri ini.

Suatu hari, di tempat yang begitu asing dalam perjalanan selama satu tahun di dunia jurnalistik. Saya ditugaskan untuk belajar ilmu hokum di tempatnya langsung. Bukan belajar layaknya mahasiswa yang harus mendengarkan mata kuliah hukum selama tiga SKS dalam satu minggu, lebih dari itu. Pertama kali menginjakan kaki di gedung pemerintahan Pengadilan Negeri Bandung Klas 1A yang terletak di Jalan LLRE Martadinata atau dikenal dengan Jalan Riau ini, begitu begonnya. Belum kenal medan, tidak ada kawan, dan bertemu dengan orang-orang yang telah mencuekkan saya sejak awal menjadi pewarta. Namun tak peduli, karena sat itu saya hanya menjalankan tugas dan mencari pengalaman di tempat baru.

Masuk gedung PN Bandung melalui pintu utama yang dilengkapi dengan alarm sensor. Net-net begilah jika saya lulus melewati alat ini. kemudian pengnjung yang datang langsung menghadap kepada receptionis yang sudah tidak musa lagi untuk mendapatkan tanda pengenal pengunjung berwarna kuning itu. Walaupun saya pertama kali ke Pengadilan, tapi saya selalu slonong boy (tanpa permisi),sok tahu, karena saya malas berhadapan dengan receptionis ynag nantinya identitas akan disita hingga keperluan selesai. Setelah masuk ada sebuah runag tunggu yang begitu banyak orang dari semua usia, dedek bayi, anak-anak, remaja, dewasa, bahkan lanjut usia pun terbidik dalam mata saya. Ekpresipun berbeda-beda, ada yang sedang senang asyik ngegosip, murung, mengatuk, ada juga lho yang sedang bersedih hati.

Gedung ini memiliki banyak ruang sidang saya kira ada lima sampai tujug ruang sidang dan dilengkapi dengan sel yang digunakan untuk mendrop para terdakwa sebelum memasuki ruang siding. Oh ya, ternyata para terdakwa ini macam-macam juga, ada kasus narkotika, korupsi, begal, pembunuhan, penganiayaan, dan lainnya. Wajahnya dan usiapun bervariatif dari anak-anak hingga lanjut usia ada di sana, baik yang bertubuh polos maupun bercorak dipenuhi coretan tinta permanen. Ya saya melihat mereka yang memasang tato pun sangat motifnya.

Suatu ketika sedang menungu sidang dimulai, terduduklah di teras PN Bandung dengan gaya lesehan a la wartawan. Dimanapun menemukan tempat duduk atau space untuk meluruskan kaki adalah suatu kenikmatan yang patut disyukuri. Saat itu terdengar suara sirine mobil tahanan yang baru saja tiba dan hendak menjemput para terdakwa untuk kembali ke kamar penyesalan. Melintas seorang pria yang sudah renta, mungkin 70 atau 80 tahun usinya, yang baru saja dikeluarkan dari sel sementara. Terlihat seoang perempuan berusia 40 tahun yang saya kira dia adalah anak dari kakek itu.

Begitu memilukan melihatnya, seorang kakek yang seharusnya diurus oleh anak-anaknya dan bermain bersama cucu di rumah harus berhadapan dengan hukum. Kejam bukan? Tapi itulah hukum yang memang harus tajam tanpa memandang bulu. Saat melintas dihadapanku, anaknya tengah merangkul, memberikan pelukan hangat kepada sang ayah tercinta. Air mata begitu deras mengalir dari dua pasang mata, bisikan penyemangat yang tidak jelas karena lisannya begitu berat menaham kesedihan. Reflex tenggorokanku begitu sakit, air mata rasanya ingin sekali menjatuhkan diri, namun saya tahan. Tidak kenal memang, bahkan saya tidak tahu dosa apa yang telah diperbuat si kakek sehingga harus berhadapan dengan hukum di usia senjanya. Begitu iba dan empati melihat adegan sendu dengan jarak kurang dari dua meter ini. pelukan hangat itu memang begitu singkat namun sangat terasa dan meyesaksakan dada. Rambut putihnya, otot yang sudah mengendur, kulit yang sudah kusut, mata yang tidak segar begitu iba rasanya membiarkan seorang kakek harus berhadapan dengan hukum. Sebelum masuk ke mobil tahanan, anaknya pun menitipkan sekresek kecil, tidak pasti apa isinya. Waktu sidang habis, tangis semakin pecah dan tangan sudah melambai dari kejauhan.

Selain tangis dan pelukan hangat dari keluarga, ternyata begitu banyak penyesalan yang dicurahkan dalam bentuk doa di Masjid An Nuur, PN Bandung. Selama kurang lebih tiga bulan intens dan hobi nongkrong di sana Masjid salah satu tempat istimewa bagiku. Karena dengan suasan aman, nyaman, dan menyenangkan sekali untuk melupakan sejenak urusan dunia.

Walaupun setelahnya masih sanggup menyandar di penyangga tembok masjid dengan posisi kaki di luruskan dan pasang earphone untuk kembali mengerjakan tugas yang belum sempat diselesaikan. Istirahat sambil kerja ya memang ini tidak bai hanya saja sudah jadi kebiasaan selama satu tahun ini. Bahkan ketiga istirahat sambil kerja ini yang berhasil membuat amnesia kedapa makan.

Masjid An Nuur PN Bandung/sifathlist

Memang di Masjid tidak terlalu banyak kerja melainkan istirahat. Di sela-sela berleyeh-leyeh sambil terkdang terkantuk-kantuk mata ini kembali membidik ekspresi kesedihan dari terdakwa. ya saya kenal mereka, semua terpidana kasus tindak korupsi yang tengah menjali sidang. Mereka adalah orang-orang hebat, memiliki kedudukan atau jabatan tinggi, gaji puluhan hingga ratusan juta per bulan, hanya saja itu ketika mereka masih menjadi orang baik. Setelah gagal karena dipengaruhi bisikan syaitan, akhirnya mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dan menjanjikan. Uang ratusan hingga milyaran rupiah, fasilitas mewah, dihormati oleh penyuap, dijanjikan ini itu, semua bak raja yang menciptakan kenyamanan dalam kebusukan.

Kini harga tidak ada artinya, jabatan lenyap, tidak lagi dihormati, dan kebenci oleh rakyat karena telah memakan uang yang seharusnya dipergunakan untuk melayani publik. Kalaupun ada yang menyuap dari uang pribadi atau perusahaan, hal itu sama saja membuat orang-orang merasa ilfeel dan benci. Suatu ketika, mereka melakukan salat di Masjid An Nuur ini. melepas sepatu sambil berdiskusi kecil dengan terdakwa lainnya. Melangkahkan kaki menuju tempat wudhu dan muncul kembali sudah dalam keadaan bersuci. Mereka salat berjamaah mengikuti seorang yang sudah menyelesaikan tahiyat awalnya. Semua dalam satu shaf yang sama dan menjadi makmum di belakangnya. Shalat lah mereka semua.

Selesai shalat, mereka berpencar mecari posisi lain untuk mengerjakan shalat sunat atau berdzikir, membaca Al Quran. Ya saya melihat dari syaf wanita, mereka begitu berserah diri, penuh dengan penyesalan, bersujud dengan sangat lama, memohon ampun dengan sangat husyuk. Tidak jarang mereka pun terlihat menahan tangis, saya berpikir mungkin jika shalat di rumah dengan kondisi sepeti itu mereka tidak akan kuat untuk menahan tangis. Ada kabar di sel pun mereka pasti merenungkan atas apa yang diperbuatnya selama ini.

Itulah, teguran dirma Allah ingin kita kembali menjadi hambanya yang taat dan amanah. Karena selama ini kita terlalu berambisi mengejar maretiil tanpa memikirkan uang itu didapat dimana dan dengan cara halal atau haram. Dengan bisikan syaitan, muncul keragu-raguan yang mengakibatkan kita meneruskan akal busuk yang dikemas dengan sangat cantik. Berbangga diri karena tidak ketahuan selama bertahun- tahun, memberi hadiah kepada orang yang telah berjasa melancarkan akal busuk itu, dan akhirnya berteman dengan para syaitann untuk melakukan kejahatan lain dalam misi menutupi kejahatan sebelumnya.

Kini jabatan, uang, dan relasi busuk itu tidak ada gunanya. Mendekam di penjara bersama-sama, menyesalkan perbuatan, dan bertaubat kepada Allah SWT. Ini adalah teguran yang sangat sempurna, dimana ketika melakukan kesalahan yan fatal dan telah merugikan diri sendiri dan orang lain, masih diberi waktu untuk bertaubat dan mengadu kepada sang pencipta. Sangat iba melihatnya, saya juga cukup respek keada mereka. Karena mereka masih ingat tempat yang benar untuk mengadu dan meminta pertolongan. Memperbaiki ibadah, menenangkan diri, dan ikhlas menerima hukuman atas perbuatannya. Tidak sedikit orang yang menghujat dan merendahakan. Tapi berserah diri adalah hal yang sangat tepat untuk memperbaiki dan memulai kembali lembaran putih.

Dalam kondisi apapun, tetaplah bersama-Nya
Jika khilaf, kembalilah bertaubat
Karena hidup dan matiku hanya untuk Allah SWT

Bandung, Minggu, 24/2/2019

You Might Also Like

0 komentar