Mengenal Desa Sade Lombok dari Adat dan Rutinitas Warga
![]() |
Ama Riri memandu berkeliling Desa Sade Lombok/sifathlist |
Pernah mendengar Desa Sade? Ada yang penah juga belum. Desa Sade ini salah satu dusun yang terletak di desa Rembitan, Pujut, Lombok Tengah. Desa Sade dikenal dengan suku Sasak yang merupakan desa wisata.
Pada akhir 2018 lalu, saya diberi kesempatan mengunjungi Desa Sade bersama rombongan Famtrip event yang diberikan oleh Kementerian Pariwisata RI. Jadi Alhamdulillah bisa main jauh.
![]() |
Tari adat Paresean/sifathlist |
Dari Bandarudara Internasional Lombok kami makan terlebih dahulu di salah satu resto terdekat. Tak menghabiskan waktu lama kita langsung menuju Desa Sade. Setiba di sana kami langsung disuguhi penampilan tari adat Sade yakni tari Paresean atau bahasa Indonesianya pertunjukan pertarungan antara dua lelaki dari suku Sasak yang membawa senjata seperti tongkat rotan dan perisai kulit kerbau yang cukup kuat.
Namanya pertunjukan ya pasti ada musik, enggak beda jauh sih sama adat Sunda atau Jawa mungkin sebutannya saja yang beda macam-macam alat musik tradisional. Ada seperti kecapi dan gengnya.
Ini merupakan cara mereka menyambut wisatawan sebagai penghormatan juga memperkenalkan adat Sade kepada publik. Setelah itu, pengunjung juga diperbolehkan mencoba bertarung memakai alat-alat tadi. Lumayan kan, buat konten media sosial hahaha.
![]() |
Rumah tradisional/sifathlist |
Dilanjut kami berkumpul dan dipandu oleh tour guide asli warga Sade yang akrab disebut Ama Riri. Umurnya masih 32 tahun an. Kami berkeliling untuk melihat desa yang hanya ditempati oleh 700 jiwa dalam 150 rumah adat atau KK. Rumah dan peralatannya masih trasidional banget. Eh emang begitu sih, mereka mempertahankan adat dan dijadikan ikon untuk Lombok.
Bangunan rumah disebut bale. Atapnya terbuat dari ijuk, riang menggunakan bambu dan tanpa paku. Jadi diiket gitu pake tali, temboknya pun anyaman bambu. Ada beberapa bale dengan beragam sebutan yakni bale Tani, Bonter, Jajar Sekam, Beleq, Berugag, Tajuk dan Becingah, funsinyanya pun beragam.
Lantai tanah yang konon setiap pekannya di pel menggunakan kotoran kerbau yang masih baru. Nggak usah jijik, sumpah enggak kecium kok. Soalnya saya masuk ke rumah itu sampe lihat dapur dan kamar juga he. Tapi entah sih kalau baru banget di pel atau diceploki korongan kerbau.
Manfaatnya, biar lantai kuat, mulus, dan mengkilap (glowing glowing gimana gitu). Tapi kalau tempat ibadah enggak dipel pakai kotoran ya. jadi aman buat salat.
![]() |
Warga menawarkan hasil tenunnya/sifathlist |
Sedangkan untuk kepercayaan dulu sih menganut Islam Wektu Telu. Jadi solatnya Cuma tiga waktu tapi Alhamdulillah sekarang udah menganut Islam sepenuhnya yakni salat lima waktu.
Mata pencahariannya bercocok tanam dan menenun. Yang patut dicontoh lagi mereka baik laki-laki maupun perempuan semua memakai pakaian adat seperti sarung.
Hal menarik lainnya yakni ada sebuah pohon kering berdiri kokoh di tengah desa Sade. Mereka sih menyebutnya pohon cinta. Dimana dulunya pohon ini sebagai saksi pertemuan muda-muda di sini. Ada istilah lainnya jadi gang cinta, unik ya. Saya berfoto di sana tapi tidak bertemu cintaku. wkwkwk.
![]() |
Pohon cinta atau gang cinta/sifathlist |
Warga sekitar juga sangat ramah. Oh ya setiap rumah pasti menjual kain tenun asli. Karena memang proses pembuatnnya langsung dari rumah. saya amati hampir setiap rumah memiliki alat tenun bahkan saya pun ikut mencoba.
Ternyata emang susah, enggak paham saya gimana masuk dan narik kayu benangnnya. Oh ya ada juga alat tradisional membuat benang. Itu beneran dari wujud kapuk yang masih terwujud, dibedah, dipilin-pilin, dan akhirnya jadi benang dipraktekan.
Yang membuat saya penasaran itu soal perkawinan Desa Sade. Semua warganya mematuhi adat perkawainan dengan saudara sepupu agar agar budaya tetap dilestarikan.
Bagi perempuan Sade yang belum bisa menenun maka dia belum pantas untuk menikah. Jadi sejak kecil mereka diajarkan menenun agar kelak bisa menikah dengan laki-laki pujaan hatinya.
![]() |
Mencoba menenun/sifathlist |
Pantas saja ya remaja di sana pinter menenun huhu dan saya tidak bisa menenun yang akhirnya belum menikah. Ehh apaan sihh hahaha enggak deng, itu berlaku untuk perempuan desa Sade ya.
Saya ingat sekali dan saya terus buntutin Ama Riri sampai selesai karena penasaran soal proses pernikahan di sana. Menurutnya di sana tidak ada prosesi lamaran.
“Kalau mau menikah, seorang pria akan menyulik mempelai wanita terlebih dahulu”
Hayo lohh diculik. Takutttt. Itu emang adat di sana gaes, setelah diculik nanti si laki-laki akan mendatangi orang tua si wanita untuk menanyakan apakah diterima dan akan melangsungkan pernikahan.
Jangan lupa foto-foto ya, haha konten itu baik. Bukan sekedar untuk mendatangkan like atau komentar tapi juga kita ikut mempromosikan kekayaan dan keberagaman bangsa Indonesia kepada dunia.
0 komentar