Mencari Calon Jodoh (Part 1)
Dari balik tirai,
ku pandang matahari begitu semangat. Cahayanya menerobos di setiap celah
jendela indekos yang sudah keropos. Farha Nurlaila gadis berusia 23 tahun
kelahiran Depok, sudah siap untuk berangkat bekerja.
Hari pertama masuk
kerja merupakan yang dinanti setelah sekian lama luntang-lantung tak karuan
tanpa kegiatan yang menghasilkan uang pasca mendapat gelar sarjana. Farha memang
tidak seberuntung teman satu fakultasnya yang langsung mendapat tawaran dan
jabatan yang cukup menggiurkan. Namun semua sudah berlalu, biarkan saja mereka
menjalankan takdirnya sesuai dengan skenario Tuhan.
Saat sedang
mengamati wajah di cermin mungilnya, tetiba suara ketukan terdengar begitu
keras. Ahh itu dia, Ibu pemilik indekos tiba dan hendak menagih uang sewaan.
Farha terkejut dan bingung antara memilih diam atau membuka pintu. Nahas jam
sudah menunjukan pukul 07.15 yang artinya dia harus berangkat kerja sebelum
terlambat di hari pertama.
“Eh, Ibu. Gini,
jadi ….” Farha sebelum selesai menjelaskan namun Ibu Elis pemilik indekos
menerobos ucapannya.
“Mana uang
sewaanmu bulan ini? jangan banyak alasan, saya sudah baik hati menggeser jatuh
tempo selama dua minggu. Mana janji kamu yang akan membayar hari ini?” Ibu Elis
dengan nada tinggi.
“Maaf Bu, belum
bisa hari ini. Saya baru dapat kerja, kalau bayar bulan depan bagaimana? Saya
janji setelah gajian saya langsung bayar dua bulan sekaligus,”
“Nggak ada
toleransi lagi buat kamu. Kamu sudah sering menunggak, kalau sudah tidak mampu
lebih baik pindah,”
Ira pun mulai
gelisah, setelah perdebatan dan bernegosiasi akhirnya Farha mengeluarkan 3
lembar uang seratus ribu dan 2 lembar lima puluh ribu. Ibu indekos pun
menghilang dari hadapannya.
“Uang celengan gue
raib semua dah, gimana nasib gue sebulan ini?”
Farha adalah
lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota
Bandung. Setelah lulus, Farha berniat untuk mencari kerja di kota kembang
karena berat meninggalkan kenangan indah selama empat tahun lamanya di kota
ini. Hampir satu tahun terakhir dia bekerja paruh waktu sebagai freelancer
content writer di beberapa website. Gajinya saat itu tidak banyak cukup untuk
makan, kuota, dan bayar sewa indekos walaupun sering kali menunggak karena
untuk mengcover kebutuhan lainnya. Kali ini dia mendapat kerja sebagai content
writer tetap.
Farha harus
menempuh perjalanan sekitar 30 menit menggunakan transportasi publik, cukup
dekat namun macet di kota Bandung pada pagi hari tidak bisa dihindarkan. Setiap
jengkal perjalanan farha tidak henti-hentinya memandang kehidupan di kota
Bandung. Penuh drama bahkan beberapa tengah melakukan sandiwara. Ah hidup di
dunia memang panggung sandiwara tidak kekal dan akan berakhir pada waktunya.
Sesampainya Farha
diperkenal dengan semua pegawai disana, kurang dari 15 orang di dalam ruang
kerja dan tidak ada basa basi, kejar target menjadi prioritasnya saat ini.
Tulis menulis
emamng bukan hal baru bagi Farha, karena selain hobi juga sudah dilatih selama
hamper satu tahun menjadi content writer lepas. Sehingga cukup memahami apa
yang tengah ia kerjakan, melakukan riset, konfirmasi dan dituangkan dalam
sebuah tulisan.
“Wih sudah expert
nih karyawan baru kita. Kerja cepat” Bagas si tukang design di tempat Farhan
bekerja.
“Ini masih
belajar, Kang. Mohon bantuannya” Farha
“Siap kita semua
juga masih tahap belajar di bidangnya jadi selow aja kerja di sini mah, yang
penting target beres”
“Bisa aja, Kang
Bagas ini hahaha”
Matahari sudah
mulai condong ke arah Barat, langit pun mulai meredup namun tetap indah karena
semburat jingga, kuning dan lembayung menghiasi kota ini. Farha tidak langsung
pulang berniat untuk mencari masjid terdekat untuk memenuhi panggilan-Nya.
Farha memang memiliki kebiasaan mengunjungi masjid sebelum pulang. Itu untuk
melepas beban dan menangkan hati sebelum masuk ke kamar indekosnya.
***
Pukul 20.30 WIB,
Farha sudah bersantai di indekos. Memakai kaos, celana training panjang, sambil
memarkirkan kedua kakinya di dinding. Menscroll media sosial tidak bisa
terhinarkan ketika sedang sendiri. Sesekali tangannya merogoh toples berisi
biscuit yang tinggal setengah dan disuapkan ke mulutnya.
Tetiba, ponselnya
berdering.
“Big bos? Aduh
ngapain malam-malam begini nelpon”
Diangkatnya
panggilan tersebut, dan diawalai dengan ucap salam dan selamat malam.
“Farha besok ke
stadion ya? si Rafi (teman kantor) nggak bisa merapat ke sana. Jadi saya harap
kamu yang ke sana”
“Stadion mana Pak
Burhan? Terus saya ngapain?”
“Kamu tadi ikut
rapat kan? Pasti kamu paham. Intinya besok jam sebelum jam 3 sore kamu udah di
GBLA buat ketemu klient yang mau iklan ke kita. Kerjaan marketing emang tapi
kan kamu yang akan nulis jadi sama sajalah”
“Baik Pak, saya
coba”
“Iya hatur nuhun
(terima kasih) yes”
“Sama-sama Pak
Burhan”
Telepon ditutup
dengan ucapan salam. Farha pun bingung dan mendadak mematung di kasur tipisnya.
“Terus maksudnya
gue ketemuan sama klient, bincang-bincang formal, dan ahhhhh. Pusing gue nggak
paham marketing”
Kemudian dia
langsung whatsapp Bagas, karena hanya kontak dia dan Pak Burhan di ponselnya.
Farha mengirim text untuk minta kontak Rafi. Tak lama Bagas pun mengirim kontak
yang dicari. Tidak banyak berpikir langsung menjaprinya. Basa basi dan dilanjut
dengan minta arahan dan bimbingan terkait menangani klientnya itu.
“Punten ya Far,
gara-gara saya nggak bisa ke sana jadi kamu yang kena. Lagian si klient maksa
banget ketemuan di stadion karena dia mau nonton Persib”
“Nggak apa-apa,
maaf juga ya malam malam gini nelepon. Saya bingung soalnya jadi ya harus
ngehubungi orang yang paham soal ini”
“Nggak apa-apa
lagian saya masih di luar lagi makan sama istri”
“Wah mengganggu
dong”
“Nggaklah. Selow lagian
ini juga kerjaan saya”
Panjang lebar Rafi
menjelaskan soal klient dan maksud pertemuan tersebut. Dengan manggut-manggut
dibalik telepon, Farha pun mencatat yang harus dilakukannya besok. Hanya butuh
waktu kurang dari 10 menit, ponsel pun ditutup.
***
Pagi itu sma
seperti kemarin, bertemu orang baru di dalam bus Damri, menyapa orng-orang di
kantor, sarapan, lalu mengetik konten yang harus diselesaikan hari itu. Bagas
terlihat fokus menatap layarnya, mouse pun selalu ia genggam, dan bermain warna
disetiap design kerennya.
“Farha” Rafi
mengejutkannya
“Eh Iya Kang”
“Good luck ya,
semoga dipermudah ngurusin si klient”
“Semoga Kang,
terima kasih ya atas kiat-kiatnya”
Hari itu Farha
tidak terlalu banyak mengetik dan sedikit santai. Sehingga bisa sambil
bincang-bincang akrab dengan Bagas yang memang meja kerjanya berdampingan
dengan Farha.
Farha sudah
mengontak klientnya terlebih dahulu dan melakukan janji sekitar pukul 14.00 WIB
sebelum klub Persib Bandung bertanding melawan tim lawan di Stadion Gelora
Bandung Lautan Api (GBLA) dan kick off pukul 15.30 WIB. Saat itu Farha pun
sudah dibekali tiket masuk VVIP dari Rafi yang seharusnya dia yang datang.
Namun sudah takdirnya Farha mendatangi stadion yang cukup megah di Kota Bandung
untuk pertama kalinya.
“Hi dengan Ibu
Farha ya?” sapa Pak Efendi sang klientnya yang memang sebelumnya sudah janjian
dan saling memberi isyarat agar tidak salah orang.
“Iya Pak, saya
Farha”
“Oh ya saya Pak
Efendi. Maaf ya sebelumnya maksa ketemuan di stadion. Karena saya suka Persib
dan nanti malam saya langsung terbang ke Medan jadi ya mencari waktu yang pas”
“Iya nggak
maslaah, Pak. Saya mengerti”
Perbincangan sudah
mengalir dan santai. Keduanya saling bertukar informasi untuk kelangsungan
kerja sama. Tidak terlalu fokus memang, karena terdengar sayup-sayup yel-yel
yang dinyanyikan oleh fans Persib dengan julukan Bobotoh. Tribune stadion
memang masih terlihat bangku kosong karena kick off pun masih sekitar satu
setengah jam lagi. Namun ornmen biru mendominasi sesuai dengan warna daripada
Persib Bandung sendiri.
“Ibu Farha, mau
langsung pulang atau mau nonton dulu?”
“Hmm kayaknya
nonton dulu aja deh Pak, pasti susah keluar juga dari sini”
“Pasti itu, Bu.
Yasudah kita nonton Persib saja dulu. Smeoga dengan kehadiran Bu Farha bisa
mendatangkan kemenangan untuk Persib”
“Hahaha, Bapak
bisa aja”
Peluit tanda kick
off pun melengking terdengar diseluruh sudut GBLA. Sebuah koreografi 3 dimensi
pelahan muncul dari tribun tepat di depan Farha menonton. Afmosfer sepak bola
memang terasa. Entahlah yang Farha rasakan adalah kagum saja pada Bobotoh yang
begitu fanatik dan semangat mendukung tim kebanggaannya. Suara drum, yel-yel,
tepuk tangan mungkin belasan ribu begitu khas dan kompak. Sehingga menghasilkan
sebuah nada semangat yang begitu menggelora. Kesebelasan pun sepertinya sangat
termotivasi dengan kehadiran fansnya tersebut.
Farha tidak
terlalu fokus pada pertandingan, ia lebih banyak mengamati orang-orang di
sekitarnya baik di bangku VVIP, VIP, tribune, dan juga bangku khusus media.
Mata Farha enggan beralih pandangan ketika melihat sosok pria memakai kaos
hitam, berkacamata, dan sedikit gondrong. Terlihat dia adalah seorang wartawan
media. Farha merasakan klik pada pada pandangan pertama, walaupun dari kejauhan
namun cukup jelas melihat wajah manisnya itu. kulitnya kuning langsat, tidak
gelap tidak juga terlalu putih.
“Siapa dia?” tanya
Farha dalam hatinya.
Sering kali, Farha
menengok ke sebelah kanan memperhatikan pria di seberang sana yang terhalang
oleh pembatas kaca dan tiang besi. Entah bagaimana, pria itu tengah membidik ke
arahnnya. Tepatnya kea rah para penonton yang tengah bersorak ketika melihat
gawang lawan yang nyaris dibobol Persib. Farha pun memalingkan perhatiannya
berpura-pura fokus pada pertandingan.
Peluit panjang
tanda berakhirnya pertandingan pun sudah terdengar. Terpantang skor 1-0
kemenangan untuk Persib Bandung. Ia melirik lagi ternyata pria di seberang sana
msiah sibuk membidik momen penting dengan kamera ponselnya.
“Ayo Ibu Farha,
kita pulang” Pak Burhan mengejutkan.
“Baik Pak”
Sebelumnya Pak
Burhan mengajak Farha untuk pulang bareng. Hanya saja tidak mengantarkan sampai
indekos. Farha hanya meminta dirinya diantar hingga Jalan Soekarno Hatta karena
beda arah. Pak Burhan sendiri akan langsung terbang ke Medan dari Bandara
Husein Sastranegara, Bandung. Tak lupa ucapan terima kasih pun terucap dari
keduanya. Kemudian Farha tidak langsung melanjutkan perjalanan melainkan mencari
masjid untuk salat magrib dan dilanjut makan.
***
0 komentar